"Batu Emas" Itu Ternyata Tak Mengandung Emas


MEULABOH, SELASA — Harapan masyarakat Panton Reue, Kabupaten Aceh Barat, untuk menjadi kaya raya setelah mengumpulkan ratusan bongkahan batu yang mereka yakini mengandung emas tampaknya bakal pupus. Pasalnya, setelah benda keras berkilau itu diuji seorang pandai emas di Kota Meulaboh, diketahui serpihan itu bukanlah emas, melainkan logam biasa. Sementara itu, seorang ahli geologi di Banda Aceh, Ir Faizal Adriansyah, mengatakan, warna kuning yang bercampur dalam batu tidak selalu merupakan emas. "Mineral yang warnanya mirip emas tersebut adalah pirit, komposisinya besi dan sulfida (FeS) serta kalkopirit (CuFeS2)," kata Faisal yang menulis skripsi tentang Studi Mineralisasi Emas Daerah Cimanggu, Sukabumi, Jawa Barat.

Sebagaimana diberitakan, Sabtu lalu, ratusan orang berduyun-duyun mencari dan mengumpulkan batu di pinggir jalan lintasan Meulaboh-Tutut, Aceh Barat. Mereka berharap dan setengah yakin bahwa batu bercahaya kekuningan yang mereka kumpulkan itu mengandung emas. Apalagi, wilayah Sungai Tutut (Ara Tutut) memang sudah lama dikenal sebagai tambang emas.
Antara yakin dan tidak bahwa bebatuan itu mengandung emas, Abu Bakar, Geuchik Gampong Manggi, Kecamatan Panton Reue, Aceh Barat, Minggu (25/1) siang, membawa beberapa sampel batu berkilau tersebut untuk diuji di Meulaboh.

"Sampel tersebut saya ambil dari anak-anak yang telah menemukan sejumlah bongkahan batu emas. Setelah saya tes pada tukang emas, dia nyatakan bahwa butiran pada batu itu bukan emas, melainkan sejenis logam yang mengandung zat kimia," kata Abu Bakar kepada Serambi, Senin sore.

Menurut Geuchik Abu Bakar, dalam pengujian tersebut sejumlah bebatuan yang diyakini mengandung emas dihancurkan, lalu dibakar, dan dimasukkan ke dalam air raksa (merkuri). Ternyata air raksa tak mengikat butiran tersebut. Mestinya, secara teori, air raksa mampu mengikat serpihan atau butiran emas menjadi satu kesatuan.

Selain itu, setelah batuan tersebut diketuk, justru hancur menjadi debu dan sama sekali tidak berubah menjadi warna keemasan layaknya emas murni yang selama ini dijual di pasaran.

Selanjutnya, pedagang emas yang berjualan di ruas Jalan Teuku Umar, Meulaboh, itu melakukan pengujian dengan cara komparasi (membandingkan antara logam yang satu dan lainnya). Yang dites kemudian adalah sejumlah sampel emas yang sebelumnya dibeli Geuchik Abu Bakar dari beberapa penambang emas di kawasan Gunong Ujeun, Kecamatan Krueng Sabee, Aceh Jaya.

Setelah melalui proses pengujian yang sama, ternyata hasil sampel emas dari Gunong Ujeun tersebut jauh berbeda dengan yang didapat pada bebatuan di pinggir jalan Tutut-Meulaboh. Sampel dari Gunong Ujeun tersebut justru positif terdapat kadar emasnya.

"Masyarakat boleh percaya atau tidak dengan hasil pengujian ini. Namun, saya sengaja menguji ini pada tukang emas untuk menjawab rasa penasaran saya dengan penemuan bebatuan di pinggir jalan yang disebut-sebut mengandung emas," ujar Geuchik Abu Bakar seraya berharap agar pihak berkompeten segera meneliti dan mengumumkan secara resmi ke publik apakah bongkahan batu yang berkilauan itu terdapat kandungan emasnya atau tidak.

Dipadati warga

Di sisi lain, kata Geuchik Abu Bakar, hingga kemarin sore jumlah warga yang mencari emas di lintasan Meulaboh-Tutut bertambah banyak, bahkan mencapai ratusan orang. Mereka memadati ruas jalan provinsi itu guna mencari bebatuan yang disebut-sebut mengandung emas.

Fenomena berburu "batu emas" bermula dari Desa Gunong Mata Ie, lalu berkembang ke Desa Lek-Lek, Manggi, hingga ke Desa Meutulang, Kecamatan Panton Reue, Kabupaten Aceh Barat.

Abu Bakar menyatakan, akibat banyaknya warga yang melakukan pencarian "batu emas" tersebut di jalanan, dikhawatirkan akan terjadi kecelakaan, mengingat jalan itu sangat banyak dilintasi kendaraan bermotor.
Di Kutip Dari:
http://www.kompas.com


0 komentar:

Post a Comment

Copyright © ABDYA ACEH INDONESIA